Bagaimana mungkin orang yang hidupnya santai mudah mendapat rezeki. Sementara yang lain harus pontang-panting dulu untuk sebutir rezeki. Seperti ada logika ketidakadilan disini.
Membandingkan segala sesuatu tidak boleh pakai kacamata yang sama. Seseorang yang santai tadi diberi genetik ‘ingin hasil dengan cara yang nyaman’. Sementara yang pontang-panting diberi genetik ‘ingin hasil mesti jalankan tugas’. Keduanya kemudian dibukakan jalannya sesuai dengan gaya genetiknya. Yang kemudian tanpa sadar menjelma menjadi prasangka hamba kepada Tuhannya. Dan Tuhan sebagaimana prasangka hambanya.
Logika Keadilan
Untuk dapat melihat logika keadilan dengan bijak maka harus menggunakan kacamata masing-masing. Yang santai lihatlah pakai kacamata jenis Feeling. Sedang yang pontang-panting lihatlah pakai kacamata jenis Sensing.
Dibalik kacamata itu kita menemukan logika keadilan. Ternyata jenis Feeling meski santai secara fisik terberi kemampuan komunikasi yang meyakinkan. Sedang jenis Sensing memang terberi stamina yang bagus sehingga harus mengucur keringat agar bisa dapat duit. Implikasinya, yang Sensing lebih sehat secara fisik dan yang Feeling lebih sehat secara emosi. Keduanya punya peluang yang sama masuk surga, jika amal sosialnya setara. Kesetaraannya tetap harus dilihat pakai kacamata yang berbeda.
Jadi bijak itu adalah yang memahami 5 jenis kacamata manusia. Jenis Sensing, Thinking, Intuiting, Feeling, dan Insting. Bahasan di atas baru menyebut 2 dari 5 jenis kacamata yaitu Feeling dan Sensing.
Farid Poniman
Penemu STIFIn
Penemu STIFIn
0 Comments:
Posting Komentar